Jalan yang ditempuh dalam bertashawwuf.

                                                                                       


Jalan-jalan yang ditempuh dalam bertashawwuf.

Bahwasanya ilmu tashawwuf  itu adalah dikatakan juga ilmu qulub,  ilmul asrar, ilmul ma’arif, ilmul bathinu,  ilmul ahwal wal maqaamat,  ilmus suluk,  ilmut thariq,  dan  ilmul mukasyafah.

Kemudian bagaimana yang dimaksud dengan kata  ‘’jalan’’  didalam hal disini. Yang dimaksud ialah sebagaimana tashawwuf itu sendiri yang telah dikatakan juga dengan ilmus suluk  wa-ilmut  thariq  yaitu  jalan  yang  harus  ditempuh oleh seseorang (salik) untuk menuju pada suatu tujuan  yang  Insya’  Allah  akan  dapat  diketahui  apakah  tujuan  tashawwuf  itu.

Jalan  yang  mereka  gunakan  untuk  mencapai  tujuan  adalah  jalan  perasaan  (hadats). Dengan  dzauqlah  orang  shufi  bisa  mengenyam  ma’rifat  sebagai  tujuan tashawwuf.   Jalan  yang  dipergunakan  orang-orang  shufiah   untuk  mencapai  tujuan  yang  berlainan  dengan  orang-orang  salaf,  mutakallimin,  dan  falasifah.  Orang – orang ahlis sunnah (salaf) ilmunya dicapai dengan kitab sunnah,  sedangkan orang – orang ahli kalam ilmunya  berdasarkan  dengan  tafaqquh  artinya berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengerti atau mengetahui dan tentang ilmunya kepada Tuhan dengan pandangan ‘aqal walaupun tidak menyampingkan nats agama.  Orang-orang ahli filsafat  menganggap ‘aqal  sebagai sumber atau alat yang mutlak untuk mencapai ma’rifat sesungguhnya.  Sehubungan dengan keterangan diatas :  Dr. Taufiq  Thawil  menyatakan  dalam  kitabnya Asusil falsafat :

“Ammash-shufiyyatu   fayarauna   annal- ‘ilmal-yaqii-niyya  innamaa  yaji-u ‘anthariyqil-harasi {awidzdzuqi awilkasyfi awil-‘ayaani awilwuj daani } alladzi yuqaa bilul-bar-hanal-‘aqilla ‘indal sifati wal  mutakallimiyna.”

“Adapun  orang – orang  shufia  berpendapat bahwa ilmu yaqin itu  datang

dengan  jalan intuasi  terbukanya  hijabkenyataan atau penemuan yang

berlawanan dengan dalil  aqli  bagi falasifah dan mutakallimin.”

Sehubungan dengan uraian tersebut telah menguraikan tentang keaadan (tingkah laku) orang–orang mutashawwifin yang merupakan sifat bagi mereka yang ada dua  yang   terkandung  di  dalam  ayat  suci  Al–Qur’an :

“Allahu  yajtabii  ilaihi  man  yasyaa-u wayahdii  ilaihi  man  yuniibu.”

“Allah menarik agama itu orang  yang  dikehendaki-Nya  dan  memberi  petunjuk   kepada (agama)Nya  orang  yang kembali (kepada-Nya ).” (QS. Asy-syura. 13).

Keadaan  atau  tingkah  laku  yang  pertama  adalah  jalannya  kaum  mahbubun- muraadun  ya’ni  orang – orang  yang  di cintai dan  di- kehendakki   Allah  Ta’ala.  Mereka  ini  adalah  orang – orang  yang  mendapat  derajat – derajat,  kenikmatan – kenikmatan  dan  kemulian – kemuliaan  dengan  anugerah  Allah  Ta’ala  tanpa  dicari  sebelumnya.  Jadi  mereka  mendapat kasyaf sebelum ijtihad (berusaha dan tekun beribadaht). 

Setelah  Allah  Ta’ala  menghilangkan  hijab  dari  hati  mereka,  barulah  mereka  berijtihad  dan  beramal dan merasakan  lezat atas  amal – perbuatannya  dengan  adanya  Nur  Yaqien  yang  telah  dianugerahkan Allah Ta’ala  didalam  hatinya. Adapun  yang  kedua  adalah  jalannya  orang-orang  yang  disebut  muhibbun–muriidun,  ya’ni  orang–orang  yang  cinta  pada  Allah Ta’ala dan  dengan  ibadaht,  riyadhah  dan  mujahadah,  barulah  mereka  mendapat hidayah  ya’ni kasyaf  tersingkapnya hijab  pada hati mereka.

Dan  adapun  jalan  yang  dipergunakan  atau  yang  harus  ditempuh oleh kaum shufi mencapai ma’rifat, dengan menjalankan dan melaksanakan tashawwuf  itu  sebagaimana seorang  shufi  mengatakan :

1.                Syariaht.
2.                Thariqaht.
3.                Haqiqaht.
Innath-thariqa  syari ‘atun  wa  thariqatun – wa  haqiqatun fasma’  lahaa maa  musy-syilaa.”
Bahwasanya jalan menuju akhirat yang ditempuh orang-orang  mutashawwifin ialah syari’at, thariqat, dan haqiqat, maka dengarkanlah contoh – contoh dari ketiga-tiganya.”  

0 komentar: