Shifat - Shifat Wajib, Mustahil, dan Harus

                                                            

Shifat-shifat wajib, mustahil, dan harus.
Adapun yang harus pada Allah Ta’ala  maka  adalah   satu  jua  yaitu :
Fi’ lu  kulli  mumkinin  au-tarkuhu’’
Membuat  akan  segala  memungkin  atau  meninggalkan  dia.’
Maka jadi jumlah Aqaa-ida al-iyman fahaq Allah Ta’ala (empat puluh satu),  (dua  puluh) dari pada  itu  yang  wajib  dan (dua puluh)  yang  mustahil   dan (satu)  yang  harus  adanya.  Syahadan  lagi  sebagaimana  yang   telah  tersebut  yaitu  wajib  iti qad  atas  tiap-tiap  mukalaf  bahwa [dua puluh shifat] itu wajib  bagi  Allah Ta’ala,  dan   wajib   i’tiqad  bahwa   lawanannya  [dua  puluh shifat]  itu  mustahil   pada  Allah  Ta’ala, dan  wajib  i’tiqad  bahwa  yang  harus  pada  Allah  Ta’ala  yaitu  ( satu )  jua.
Jadi   jumlah   sekaliannya   itu  (empat puluh satu)   ‘aqaa-idamaka   wajib   pula   atas  tiap-tiap mukalaf  me‘itiqadkan lagi dengan (sembilan) ‘aqaa-ida  ini.
Pertama  :  Wajib ‘itiqad  bahwa mustahil pada  Allah Ta’ala kewajiban atasnya membuat segala memungkin atau meninggalkannya yaitu lawanan yang harus pada Allah Ta’ala.
Kedua       :    Wajib  ‘itiqad, yaitu  :
Tanazzuhuhu ta’ala  ‘anil- a’raadhi fii  af ‘aalihi wa- ahkamihi.”
Maha Suci Allah dari pada  mengambil  faedah didalam segala  perbuatan-Nya atau  didalam  hukum-Nya.’’
Ketiga          Wajib  ‘itiqad bahwa  mustahil  pada  Allah mengambil faedah itu.
Keempat     :   Wajib  ‘itiqad,  yaitu :
“Anlaa-tak tsiyra  lisyai-in  minal ka-inaa-ti  biquwwatihi.’’
Wajib bagi segala memungkin bahwa Ia tiada memberi dengan  quwata-Nya.’’
Kelima       :   Wajib  ‘itiqad,  bahwa  mustahil  pada  segala  mumkin bahwa Ia  memberi bekas dengan quwatanya.
Keenam       :    Wajib  ‘itiqad, “Huduu-tsul-‘alami” (Bahwa  sekalian  alam).
Ketujuh          Wajib  ‘itiqad   mustahil   padamu   sekalian   alam.
Kedelapan  :    Wajib  ‘itiqad,  yaitu :
“Latak  tsiyra  lisyai-in  minalka-inaati  bithab-‘ihi.”
“Wajib bagi  sekalian memungkin  bahwa  ia tiada  memberi bekas  dengan  thabi’atnya.
Kesembilan :  Wajib  ‘itiqad  bahwa mustahil  pada  sekalian  mumkin bahwa ia memberi bekas  dengan  thabi’atnya. Jadi  jumlah  sekalian  ‘aqaa-ida   ini   [lima puluh ‘aqaa-ida].  Maka lazim sekalian  ‘aqaa-ida  ini  masuk  pada  makna.
Laa  ilaaha  illallahu.”  Sebab artinya  Laa ilaaha  yakni :
Laa  ma’ buda bihqqin.”  Artinya  : 
Allah  Ta’ala   yang  disembah  dengan sebenar-benarnya.”   
Dan   lazimannya,    “Ma’bud  bihaqqi,   bahwa  Ia :
“Mustarghniyu ankulli masiwaahu wamuftaqirun ilaihi kulluma ‘adahu.”
“Lazim bagi Allah yang  disembah dengan sebenar-benarnya bahwa Dia  (Allah  Ta’ala) kaya dari  pada tiap-tiap  lainnya,  dan  berkehendak oleh tiap-tiap  lainnya   kepada-Nya.”
Maka yaitulah kelaziman kekayaan Allah Jalla wa ‘azza dari pada tiap-tiap lainnya, dan berkehendak tiap-tiap lainnya kepada-Nya dengan [lima puluh ‘aqaa-ida] yang telah  tersebut  itu. 
Maka terbagilah lima puluh  ‘aqaa-ida ini dengan  dua  bagian :
1).    Dua  puluh  delapan  (28 ‘aqaa-ida  lazim)  masuknya pada  :
Istirghnaa-ihi  ta’ala  ‘ankulimaa  siwaa-hu.”
2).    Dan  dua puluh dua  (22  ‘aqaa-ida  lazim) masuknya pada  :
Iftiqaa-ru  kullimaa  ‘adaahu  ilaiyhi  subhaanahu  wataa ‘ala.”
Sebagaimana lagi akan tersebut disini dengan. 
Dua puluh lima (25 ‘aqaa-ida) maka bersama-sama lawanannya, yang tiada tertulis disini menjadi sekalian itu  lima puluh (50 ‘aqaa-ida). Maka sekalian itu ada didalam  ma’na  :
“Laa  mustarghniyan  ‘ankulli  maa-siwahu-wamuftaqiran  ilayhi  kullumaa  ‘adahu  ilallahu.”
Yaitu,  dengan  wajibnya sebelas (11 shifat itu) bagi Allah Ta’ala yang akan dijelaskan  disini  beserta  (mustahil)  padanya lawanannya.   
Demikian pula dengan wajibnya Tanadzuhuhu ta’ala ‘anil  arghradha”  beserta  mustahil  padanya lawanannya,  demikian pula dengan keharusan  baginya  membuat  segala  mumkin  dan  mustahil  wajib atasnya,  dan  beserta pula dengan  wajibnya bagi mumkin  tiada  memberi  bekas  dengan  quwatanya, dan  mustahil  padanya memberi bekas itu. Maka dengan ini dua puluh delapan (28 ‘aqaa-ida) dapat  kenyataannya  Allah ‘azza wa jalla dari pada lainnya, dan demikian pula dengan  wajibnya sembilan shifat  itu bagi  Allah Ta’ala yang akan dijelaskan, beserta  mustahil  padanya segala lawanannya, dan beserta  wajib adanya sekalian  ‘ilmu  dan  mustahil  padanya,  beserta  wajib  bagi  mumkin  tiada  memberi  bekas  dengan  thabii‘atnya,  dan  mustahil  padanya memberi bekas itu.
Maka dengan  dua puluh dua (22 ‘aqaa-ida)ini dapat kenyataan bahwa  tiap-tiap lain   dari  pada  Allah  Ta’ala  berkehendak  kepada  Allah  Ta’ala  sebagaimana  tersebut  sekalian itu disini.
1.        Shifat “Mustarghniyun  ‘ankullimaa siwahu.”  yaitu :
Kaya Allah Ta’ala dari pada tiap-tiap lainnya.  Ada (11 shifat wajib) itu bagi Allah Ta’ala.
Shifat  Nafsiyaht      :  satu    (1 shifat)    yaitu :  (Wujud).
Shifat Salbiyaht : empat (4 shifat)  yaitu :  Qidamun,  Baqaa-un Mukhalafatuhulilhawadits,   Qiyaamuhu ta’ala binafsihi.
Shifat  Ma ‘aniy           : tiga (3  shifat) yaitu : Sam’un,   Basharun,  Kalamun.
Shifat Ma’nawiyaht  : tiga(3 shifat)  yaitu : Samii ‘un, Bashirun, Mutakalam.
Dan inilah  tiga  (3  ‘aqaa-ida)  yang dikata sebelumnya.
1.     “Tanadzahahu  ta’ala ‘anil- argh-radha.”
2.     “Laa yajibu ‘alaiyhi fa ‘ala syai-in minalmumkanati walaa tarkahu.”
3   “Laa tak tsiyral syaiy-un minal kanati biquwata.”
Artinya lagi bahwasanya  sebelas (11 shifat) diatas ini dengan segala lawanannya  beserta  lagi  dengan  tiga  (3 ‘aqaa-ida)  dengan  lawanannya.  Maka sekalian itu menyatakan bahwasanya  Maha Kaya Allah  Jalla wa azza  dari pada  dari  pada  tiap-tiap  lainnya.