Sumber – sumber Tashawwuf.
Apabila kita cari sumber-sumber
tashawwuf
di dalam Al-Qur’an
atau Al-Hadits maka banyak sekali kita dapati ayat-ayat
atau hadits, yang berfungsi sebagai
sumber dari pada tashawwuf. Oleh
karena itu akan dituturkan beberapa ayat dan Al-Hadits.
Sebagaimana firman
Allah didalam Al-Qur’an :
“Qul
in-kuntum tuhibbunallaha fattabi-‘uniy
yuhbib-kumullahu wayaghfir
lakum dzunubakum, wallahu
ghafurun rahii-mun.”
“Katakanlah : “ Jika kamu (benar-benar ) mencintai Allah ikutlah aku, niscaya Allah mengasihimu dan
mengampuni dosa-dosamu. Allah maha pengampun lagi maha penyayang.’’(QS.Ali ‘Imran,
31).
“Yaa
aiyyuhalladzii-na aamanudz kurullaha
dzikran kasyiyranw wasabbihu-hu
bukratan wa – ashiylan.
“Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah
(dengan menyebut nama) Allah, dzikir
yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlahlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang.’’ ( QS. Al-Ahzab, 41 – 42 ).
“Wa-idzasa-alaka
‘ibadii ‘anni fainni qariybun, ujiybu da’wataldda-‘i idzada‘ani, falyastajiybuli walyuk minuubi
la’allahum yarsyuduuna.”
“Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu
tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat ; mengabulkan
permohonan orang yang mendo’a apabila ia berdo’a kepadaKu. Maka hendaklah
mereka it mematuhi (segala perintah)Ku dan hendaklah mereka selalu dalam kebenaran.’’ (QS. Al-Baqarah 186).
Sebagai mana tertuang didalam Al-Hadits :
“Dari Abu Hurairah beliau berkata :
Rasulullah s.a.w. bersabda : berfirman
Allah Maha Mulia dan Maha Agung. Aku adalah menurut persangkaan hambaKu
pada diriKu dan Aku besertanya dikala ia menyebut asmaKu. Apabila ia menyebut pada dirinya secara sirri,
maka Akupun akan menyebutnya dengan pahala dan rahmat secara rahasia. Andai
kata ia menyebutKu pada suatu perkumpulan yang lebih baik. Dngkaan andai kata
ia mendekat padaKu dengan sejengkal, maka Aku
akan mendekatnya dengan satu elo, (dari siku sampai ke ujung jari)
selanjutnya bila ia mendekat padaKu satu
elo, maka Aku dekati ia sehasta. Dan jika ia datang padaKu dengan berjalan,
maka Aku akan datang padamu dengan cepat-cepat’’.(H.R, Muslim).
Ayat-ayat dan hadits tersebut diatas dapat menjadi
sebagai sumber dari pada tashawwuf, sebab kesemuanya tadi menunjukkan
cinta pada Allah, cinta pada Rasul, mengikuti jejak lakunya,
berdampingan dengan rahmat Allah,
adanya pengawasan Allah terhadap segala perbuatan kita, dimana hal-hal tersebut
adalah merupakan inti sari dari tashawwuf,
merupakan suatu keni’matan bagi orang-orang shalikin, orang orang yang menuju
jalan akhirat, ma’rifat billah, cinta Allah,
rindu padaNya dengan berbagai
jalan dan latihan, terutama dengan ibadah
dan dzikir, tadarru dan berdoa.
Di setiap peristiwa kita ucapkan dzikir, kita sebut nama Allah,
nama Dzattullah yang kita cintai
dan kita rindui. Dzikir bukan semata-mata dengan lisan, tetapi harus kita ikuti
dengan kesadaran dan ingatan yang mendalam sekali. Ingat kepada
Allah berarti ingat kebesaranNya, kejayaanNya, kemuliaanNya dan
segala kekuasaanNya. Sebaliknya orang yang lupa akan Allah, akan besar sekali bahayanya,
sebab dia akan berbuat kejahilan, kesewenang - wenang dan akan menuruti hawa
nafsunya. Jika manusia lupa akan Allah, cepat-cepatlah kembali
berdzikir, dzkir itu akan membangunkan jiwa, membersikan qalbu (hati) dan
menenangkannya, sehinggatercapailah nafsul
muthmainah (jiwa yang tenang) yang kembali kepada Allah, ridha dan diridhai. Allah telah memperingatkan kita
bahwasanya dengan berdzikir akan
tercapai ketenangan bathin.
Sebagaimana di dalam Al-Qur’an mengatakan :
“Alladziina
na-amanu watathma-innu quluubuhum
bidzikrillahi, alaa
bidzikrillahi tathma-innul quluubu.”
“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi
tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati
menjadi tenteram.’’ (Q.S. Ar-Ra’d. 28)
Sehubungan dengan ayat tersebut diatas,
Asy Syaikh Muhammad Nawawi dalam menerangkan
bersihnya dan bercahayanya qalbu sebab
dzikir dalam kitabnya tafsir Munir menyatakan
sebagai berikut :
“Sesungguhnya
sebagian kecil (pecahan) emas apabila
jatuh diatas benda sebangsa kuningan atau tembaga walaupun
hanya sebesar biji sawi maka menjadikan
benda tersebut berkilauan sebagai emas sepanjang zaman. Demikian pula sebagian
kecil sifat keagungan Tuhan apa bila bersemayam pada hati seseorangmaka akan
lebih bisa mengalihkan hati tersebut menjadi bersinar seperti mutiara yang
bersih bening lagi bersinar dengan tidak menerima perubahan.’’
Demikianlah keterangan Syaikh Muhammad Nawawi Al-Jawi dalam menafsir ayat tersebut atas, dimana beliau menggambarkan betapa
besarnya faedah berdzikir sehingga menjadikan
hati menjadi bersih, dan bersinar
sebagai hati yang bisa dibuat modal untuk menenangkan jiwa, jiwa yang pantas
kembali kepada Tuhan dengan penuh ridha dan di ridhai penuh rindu dan cinta
mahabbah, cinta pada Allah, cinta yang murni dengan
realisasi dengan mengikuti jejak
Rasulullah s.a.w, bukan suatu cinta palsu, cinta hanya pengakuan saja tanpa
adanya realita.
Dengan meninjau kepada uraian tersebut diatas baik yang berlandaskan
penafsiran suatu ayat atau perkataan dan pernyataan seorang tokoh shufi dan kenyataan tingkah laku
shufi haqiqi dalam catatan sejarah beliau sesuai dengan ketentuan ketentuan syara’
maka kiranya cukup alasan untuk bisa diambil kesimpulan
bahwa :
a). Tashawwuf adalah bersumber pada Al-Qur’an
dan Al-Hadit.
b). Ayat-ayat suci Al-Qur’an dan Hadits yang telah dikemukakan adalah bisa dinilai sebagai sumber dari pada tashawwuf.
0 komentar:
Post a Comment