Aesthetica.
Aesthetica ialah suatu
keindahan pada jiwa seseorang yang
berpuncak pada mahabbah, cinta. Orang akan nmerasa
indah pada jiwanya, bila jiwanya bersih dari sifat-sifat tercela seperti hasud, hiqdi, tama’, loba, rakus, pemarah, jubun, malas dan dihiasin dengan
sifat-sifat yang terpuji seperti al-‘ilmu, ar-rahman, al-afwu,
al-alifah, al-ihsan, asy-syayaah dan ash-shabru.
Jalan dalam ber tashawwuf untuk mencapai keindahan adalah tafakkur, meranungkan
hikmah-hikmah ciptaan Allah.
Sungguh besar Allah yang telah menciptakan alam seisinya tanpa badi’ atau tanpa
adanya contoh yang lebih mendahului.
Dengan melalui melihat hasil karya Tuhan kemudian
delengkapi dengan memikirkan hikmah dari hasil ciptaanNya, maka tergoreslah dalam hati
akan kebesaran Tuhan dan akan terlontar
pulalah puji-pujian dari mulutnya kepada Allah pencipta alam dan lezatlah lisan
menyebut-nyebut asma Allah. Untuk itu banyaklah perkataan-perkatan yang
menerangkan keutamaan berfikir, bertadabbur, merenungkan fikiran secara
mendalam terhadap peristiwa-peristiwa yang berlalu dalam dunia
fana ini atau
terhadap makhluk Allah, baik itu dari Al-Qur’an atau Al-Hadits.
“Inna
fii khalqis-samaa-waati wal-ardhi
wakhtilaa fil-laiyli wan-nahaari la-aayaatin li-uulil albabil ladzii-nayadz
kuruu nallaha qiyaa-man waqu-‘udan wa‘ala junuu-bihim wayatafakkaruna fii khalqis – samaa waati wal-ardhi. rabbana maa khalaqta haa-dza bathilan, sub-haanaka faqinaa
‘adzaabannari.’’
“Sesungguhnya dalam penciptaan
langit dan bumi dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang
yang ber ’aqal yaitu
orang-orang yang mengingat Allah
sambil berdiri dan
duduk dan dalam
keaadaan berbaring dan mereka
memikirkan tenteng penciptaan
langit dan bumi ( seraya berkata ) : Yaa Tuhan Kami, tiada Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka.’’ (QS.Ali-Imran.190 191)
Rasulullah s.a.w. ketika diberi tahu oleh Bilal untuk berjamaah shalat shubuh karena waktu telah masuk, dalam keadaan
menangis Rasulullah s.a.w membacakan ayat ini dan seterusnya beliau
bersabda :
“Amat
celakalah orang yang
membaca ayat ini
tapi tidak mau memikirkan apa
maksudnya,’’
Sehubungan dengan ini Imam
Al-Ghazali membentangkan buahnya
berfikir dalam kitabnya Ihya Ulumiddin juz IV, yaitu: tadzakkur
yaitu
menetapkan dua pengertian dalam hati (menetapkan akhirat lebih
utama dari dunia atau didahulukan dan karena akhirat kekal), tafakkur yaitu mencari ma’rifat (pengertian)
dari kedua hal tersebut dan tercpainya ma’rifat yang selalu dicari dan terangnya
hati dengan ma’rifat tersebut, dan perubahan keadaan gerak-geriknya hati dari
keadaan semula sebab tercapainya nur ma’rifat.
Demikianlah
dengan jalan bertadabbur, bertafakkur insan akan merasa ni’mat memuji kebesaran Allah Ta’ala dan akan merasa
diridhalah hari atas segala ciptaanNya serta akan mematrikan rasa indah dalam
qalbu.
0 komentar:
Post a Comment